Sering Tertutup Kelezatannya, Ternyata Inilah Makna Nasi Tumpeng yang Mengandung Nilai Filosofis Tinggi
Nasi tumpeng memang sudah melekat pada kehidupan bangsa Indonesia dalam beberapa generasi. Nasi tumpeng ini memang sering hadir dalam setiap perayaan, terutama seremonial adat.
Namun dengan semakin berkembangnya zaman, rasanya orang-orang lupa menyisipkan makna nasi tumpeng yang memilikii nilai filosofis yang murni nan tinggi.
Kemurnian nilai filosofis yang terkandung dalam pemaknaan nasi tumpeng itu sendiri memang baiknya tidak tertutup oleh keindahan dan kelezatan tiap komponen makanan yang tersedia. Justru makna nasi tumpeng tersebutlah yang menandakan kesakralan perayaan yang menyertakan nasi tumpeng tersebut.
Padahal dalam setiap gundukan nasi tumpeng terdapat pesan atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dan menjaga keharmonisan alam semesta.
Kandungan yang tersirat dalam nasi tumpeng berkaitan erat dengan kondisi alam geografis Indonesia, terutama Jawa yang banyak berjajar pegunungan.
Tumpeng tersebut memang berasal dari tradisi kuno masyarakat Indonesia yang kerap memuliakan gunung, tempat bersemayam para hyang atau arwah nenek moyang.
Hal tersebut berkembang saat masyarakat Jawa dipengaruhi kebudayaan Hindu. Nasi yang dicetak kerucut menjulang ke atas ini meniru bentuk Mahameru, gunung suci yang menjadi tempat bersemayamnya para dewa-dewi.
Saat mulai berkembangnya agama Islam di Jawa, tradisi nasi tumpeng ini tidak ditinggalkan begitu saja. Tradisi ini kemudian diadopsi dan dikaitkan dengan nilai filosofis Islam Jawa.
Dalam nilai filosofis Islam Jawa tersebut, tumpeng dianggap sebagai pesan dari leluhur untuk senantiasa memohon kepada Tuhan YME. Dalam tradisi Islam Jawa, “tumpeng” berasal dari akronim yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus sungguh-sungguh).
Mengenai lauk pauk paket tumpeng harus berjumlah 7 macam, angka 7 dalam bahasa Jawa disebut pitu yang berarti pitulungan (pertolongan).
Selain hubungannya dengan Tuhan, tumpeng juga ternyata memiliki keterkaitan erat dengan alam. Apalagi kehidupan orang Jawa memang sangat lekat dengan alam.
Mereka memang menggantungkan kehidupannya pada hasil alam. Maka dari itu nasi tumpeng tersebut diletakkan di tengah-tengah lauk pauk yang disimbolkan sebagai gunung dan tanah yang subur. Oleh karena itu, sepaket nasi tumpeng bisa dimaknai sebagai simbol kesejahteraan yang hakiki.
Selain itu, ternyata tumpeng memiliki keterkaitan dengan aspek sosial masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan pemotongan puncak tumpeng yang biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan dalam satuan kelompok masyarakat tersebut.
Hal ini sejalan dengan tradisi masyarakat Jawa yang masih memegang teguh nilai kekeluargaan dan menghormati orang tua. Pada saat pemotongan puncak tumpeng tersebut, semua yang hadir menyaksikan dengan seksama.
Puncak tumpeng tersebut diberikan oleh orang yang dituakan sebagai tanda bakti dan hormat. Sedangkan sisanya bisa dinikmati bersama.
Kesimpulannya, tumpeng memiliki nilai filosofis yang sangat mendalam. Sejak zaman Hindu masuk ke dalam sistem kemasyarakatan Jawa hingga masuknya Islam kini, tumpeng memang nyaris tidak pernah absen dalam setiap upacara perayaan.
Kerucut nasi yang menjulang tinggi ke atas melambangkan keagungan Tuhan YME dan lauk pauk tumpeng tersebut yang disimbolkan sebagai isi dari alam semesta.
Namun dengan semakin berkembangnya zaman, rasanya orang-orang lupa menyisipkan makna nasi tumpeng yang memilikii nilai filosofis yang murni nan tinggi.
Kemurnian nilai filosofis yang terkandung dalam pemaknaan nasi tumpeng itu sendiri memang baiknya tidak tertutup oleh keindahan dan kelezatan tiap komponen makanan yang tersedia. Justru makna nasi tumpeng tersebutlah yang menandakan kesakralan perayaan yang menyertakan nasi tumpeng tersebut.
Padahal dalam setiap gundukan nasi tumpeng terdapat pesan atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dan menjaga keharmonisan alam semesta.
Kandungan yang tersirat dalam nasi tumpeng berkaitan erat dengan kondisi alam geografis Indonesia, terutama Jawa yang banyak berjajar pegunungan.
Tumpeng tersebut memang berasal dari tradisi kuno masyarakat Indonesia yang kerap memuliakan gunung, tempat bersemayam para hyang atau arwah nenek moyang.
Hal tersebut berkembang saat masyarakat Jawa dipengaruhi kebudayaan Hindu. Nasi yang dicetak kerucut menjulang ke atas ini meniru bentuk Mahameru, gunung suci yang menjadi tempat bersemayamnya para dewa-dewi.
Saat mulai berkembangnya agama Islam di Jawa, tradisi nasi tumpeng ini tidak ditinggalkan begitu saja. Tradisi ini kemudian diadopsi dan dikaitkan dengan nilai filosofis Islam Jawa.
Dalam nilai filosofis Islam Jawa tersebut, tumpeng dianggap sebagai pesan dari leluhur untuk senantiasa memohon kepada Tuhan YME. Dalam tradisi Islam Jawa, “tumpeng” berasal dari akronim yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus sungguh-sungguh).
Mengenai lauk pauk paket tumpeng harus berjumlah 7 macam, angka 7 dalam bahasa Jawa disebut pitu yang berarti pitulungan (pertolongan).
Selain hubungannya dengan Tuhan, tumpeng juga ternyata memiliki keterkaitan erat dengan alam. Apalagi kehidupan orang Jawa memang sangat lekat dengan alam.
Mereka memang menggantungkan kehidupannya pada hasil alam. Maka dari itu nasi tumpeng tersebut diletakkan di tengah-tengah lauk pauk yang disimbolkan sebagai gunung dan tanah yang subur. Oleh karena itu, sepaket nasi tumpeng bisa dimaknai sebagai simbol kesejahteraan yang hakiki.
Selain itu, ternyata tumpeng memiliki keterkaitan dengan aspek sosial masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan pemotongan puncak tumpeng yang biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan dalam satuan kelompok masyarakat tersebut.
Hal ini sejalan dengan tradisi masyarakat Jawa yang masih memegang teguh nilai kekeluargaan dan menghormati orang tua. Pada saat pemotongan puncak tumpeng tersebut, semua yang hadir menyaksikan dengan seksama.
Puncak tumpeng tersebut diberikan oleh orang yang dituakan sebagai tanda bakti dan hormat. Sedangkan sisanya bisa dinikmati bersama.
Kesimpulannya, tumpeng memiliki nilai filosofis yang sangat mendalam. Sejak zaman Hindu masuk ke dalam sistem kemasyarakatan Jawa hingga masuknya Islam kini, tumpeng memang nyaris tidak pernah absen dalam setiap upacara perayaan.
Kerucut nasi yang menjulang tinggi ke atas melambangkan keagungan Tuhan YME dan lauk pauk tumpeng tersebut yang disimbolkan sebagai isi dari alam semesta.
Tidak ada komentar: