4 Ilmuwan Berpengaruh Yang Ternyata Hanya Seorang Otodidak!
Kato Lomb
NOTESIAGOY - Kita harus berterima kasih kepada teknologi, karena dengan salah satu penemuan besar bernama internet, kita bisa mengakses banyak sekali informasi yang mungkin tak bisa kita dapatkan di era sebelum internet.
Di zaman sebelum internet, seorang pakar yang tidak menjalani pendidikan formal, tentu sudah bisa dikategorikan sebagai otodidak. Di zaman dahulu, hanya kemauan yang tinggi yang bisa membuat mereka jadi yang terbaik. Mereka mendorong talenta mereka, gagal dan mencoba lagi, lalu bisa jadi yang terbaik tanpa perlu duduk di kelas dalam arahan guru.
Berikut beberapa nama-nama orang yang secara formal tak bisa disebut ilmuwan karena tak menempuh pendidikan. Namun karya mereka bisa sebaik ilmuwan. Mari kita ulas.
1. Julian Assange
Kita mungkin mengenal Julian Assange sebagai orang di balik WikiLeaks. Dan jika berbicara tentang otodidak, tidak sah rasanya jika tidak ikut membicarakan beliau.
Julian adalah orang yang sangat mahir dalam hal kode komputer dan juga hacking. Berbagai dokumen rahasia sudah ia ungkap. Mulai dari kebocoran email Komite Nasional Demokrat pada Pemilu AS lalu, video kejahatan perang, dan banyak dokumen rahasia lainnya. Karena banyak ulahnya itu, ia dianggap seakan penjahat yang mencari perhatian, namun sebagian besar juga memujinya karena mengungkap kebenaran gelap dari Pemerintah AS.
Assange sendiri dibesarkan di Queensland, Australia, dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di jalan karena Ibu dan Ayah Tirinya selalu berpindah tempat. Karena sering pindah, ia bahkan masuk ke 37 sekolah berbeda.
Di usia 16 tahun, ia mulai melakukan hacking dan pemrograman setelah dibelikan komputer oleh sang Ibu. Ia sendiri sempat belajar programming, fisika, serta matematika di dua universitas berbeda yakni Central Queensland University dan University of Melbourne, namun tak pernah menyelesaikannya.
2. Granville Woods
Granville Woods adalah seorang penemu dari Amerika Serikat yang memegang lebih dari 50 paten seumur hidupnya. Ia adalah orang kulit hitam yang merupakan mekanik dan insinyur elektrik ketika Perang Sipil di AS.
Ia sendiri tak terlalu dibahas sebagai penemu revolusioner seperti Alexander Graham Bell ataupun Thomas Alfa Edison. Namun ia berkontribusi besar dalam sistem rel kereta api. Padahal dia hanyalah seorang yang sekolahnya hingga SD saja, namun tertarik di sistem transportasi.
Woods menemukan dan mematenkan konstruksi terowongan untuk sistem rel kereta api elektrik. Woods juga dijuluki sebagai Black Edison karena menemukan kombinasi telepon dan telegraf yang pada akhirnya dipatenkan oleh Thomas Edison.
Diduga, Woods adalah orang yang tidak menikmati kesuksesan karyanya, karena kebanyakan penemuannya dipaten oleh ilmuwan lain, termasuk oleh sang penemu bola lampu.
3. Ferdinand Waldo Demara Jr.
Sayangnya tak semua otodidak bertalenta, menggunakan ilmunya jadi layaknya ilmuwan. Satu orang ini, dikenal sebagai kriminal berdarah dingin.
Ferdinand Waldo Demara Jr., adalah seorang kriminal papan atas, yang menghabiskan waktu hidupnya menyamar jadi orang lain. Pada umur 16 tahun ia lari dari rumah untuk hidup di biara, dan akhirnya merasa ia handal dalam memiliki banyak identitas. Akhirnya ia memanfaatkan hal tersebut untuk kejahatan.
Hal ini dilakukan secara otodidak, namun ketika diperiksa, ternyata ia memiliki IQ yang sangat tinggi dan memori visual yang di atas rata-rata manusia biasa.
Ia pernah menyamar menjadi psikolog yang sangat paham dengan ilmu psikolog, menyamar jadi mahasiswa hukum yang fasih dengan hukum dari luar dan dalam, bahkan menjadi dokter bedah yang berhasil melakukan operasi.
Paling mengerikan, ia melakukan prosedur keselamatan kepada belasan orang di Perang Korea, ketika ia menyamar menjadi tentara Kanada.
Ia ditangkap dan menghabiskan sisa hidupnya di penjara. Meski demikian, di tahun 60an ia dibuatkan film biopic yang diperankan oleh aktor kenamaan, Tony Curtis.
4. Kato Lomb
Kato Lomb mungkin adalah nama yang kita jarang dengar. Namun ia secara otodidak belajar 16 bahasa dunia dan berhasil. Orang-orang seperti Kato biasa disebut Polyglot.
Ia adalah penerjemah simultan pertama di dunia. Penerjemah simultan sendiri adalah penerjemah yang biasa kita lihat di rapat PBB, di mana para penafsir langsung menerjemahkan apa yang diucapkan pembicara hampir secara bersamaan.
Kato bahkan bisa memahami bacaan jurnalisme yang mengandung konteks, dalam 11 bahasa yang berbeda. Dia pun memahami literatur dengan sastra yang indah juga dalam belasan bahasa.
Lahir di Hungaria, Ia sendiri seorang PhD di bidang Kimia dan Fisika. Meski begitu, bahasa adalah ketertarikan utamanya.
Ia menulis buku yang seakan jadi buku wajib bagi para polyglot, yakni Polyglot: How I Learn Languages.
16 Bahasa yang ia kuasai adalah Bulgaria, Mandarin, Denmark, Inggris, Prancis, Jerman, Ibrani, Italia, Jepang, Latin, Polandia, Romania, Rusia, Slovak, Spanyol, dan Ukraina.
Tidak ada komentar: