Kisah Banda yang Diperebutkan Tiga Negara Penjajah
NOTESIAGOY - Bangsa Portugis merupakan orang Eropa yang pertama tiba di Kepulauan Banda. Mereka mengirimkan kapal-kapal ke Maluku untuk memperdagangkan cengkeh dan pala, segera setelah mereka taklukkan Malaka pada tahun 1511.
Usaha untuk mengokohkan keberadaan dan mengontrol perdagangan pala dan bunga pala pun gagal, mengingat penolakan datang dari warga Banda.
Informasi yang dihimpun dari pameran bertajuk "Banda, Warisan untuk Indonesia" yang digelar di Galeri Nasional, Jakarta. Pada tahun 1605, Belanda datang untuk menyingkirkan Portugis setelah menaklukkan Ambon. Guna memonopoli perdagangan pala dan bunga pala, Perusahaan Dagang Hindia Belanda atau yang dikenal dengan nama Verenigde Oost - Indische Compagnie (VOC) membangun pos perdagangan di Banda.
VOC juga membuat perjanjian dengan warga Banda yang mengharuskan warga untuk menjual pala dan bunga pala hanya kepada VOC secara eksklusif. Tetapi warga Banda masih tetap menjual hasil buminya kepada pedagang dari Jawa, Makassar, dan Inggris.
Tahun 1609, ketegangan semakin memuncak. Admiral Verhoeff dari Belanda harus meregang nyawa saat negosiasi dengan warga Banda. VOC pun tetap berusaha menggunakan kekuatan dan diplomasi di tahun-tahun berikutnya guna memperoleh kekuasaan atas Banda sepenuhnya.
Bersamaan dengan itu, Inggris datang untuk mendirikan koloni di pulau-pulau terpencil yaitu Pulau Run dan Ay pada tahun 1616. Mengetahui hal tersebut, VOC merasa terancam dan menganggap bahwa Inggris berupaya untuk memonopoli perdagangan pala dan bunga pala serta mengusir VOC.
Berselang 5 tahun kemudian, VOC berhasil menguasai Banda dengan cara mengirim pasukan beranggotakan lebih dari 2.000 tentara. Mereka dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen untuk membunuh ribuan warga Banda, hingga akhirnya tersisa 1.000 jiwa. Berkurangnya populasi ini menjadi kesempatan bagi VOC untuk menegakkan sistem perbudakan di Banda.
Pada tahun 1623, Inggris diusir dari Maluku setelah Gubernur Van Speult membantai warga berkebangsaan Inggris dan Jepang yang merupakan pemimpin dan pegawai British East India Company di Ambon. Hingga akhirnya Perjanjian Breda dideklarasikan sebagai tanda berakhirnya perang antara Inggris dan Belanda.
Tidak berhenti sampai di situ, Inggris berupaya untuk kembali ke Banda pada tahun 1796 - 1800 ketika VOC hampir bubar. Setelah VOC bubar di akhir abad ke-18, pemerintah Belanda mengambil alih.
Inggris pun masih berusaha untuk menguasai Banda di tahun 1810 - 1817. Pada masa ini, Inggris memperkenalkan pala ke wilayah-wilayah jajahannya yang lain di Asia, salah satunya adalah Penang. Usaha ini menghancurkan monopoli Belanda sebagai satu-satunya penghasil pala.
Monopoli perdagangan pala dan bunga pala berakhir pada tahun 1860 bersamaan dengan dihapuskannya perbudakan di seluruh Hindia Belanda.
Buah Pala yang Jadi Aset Utama di Pulau Banda
Pameran bertajuk "Banda, Warisan Untuk Indonesia" diselenggarakan pada tanggal 20 September - 4 Oktober 2017 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
Pameran ini bertujuan untuk mengangkat kembali fakta bahwa Pulau Banda sebagai penghasil rempah yang kaya. Keberadaan buah pala menjadi sorotan sebagai aset utama Kepulauan Banda pada masa itu hingga menjadi pusat perhatian dalam perdagangan dan politik internasional.
Kepulauan Banda terdiri dari 10 pulau kecil yang terletak di Laut Banda. Didominasi oleh gunung berapi, kombinasi iklim dan tanah ini menghasilkan kondisi yang tepat untuk tumbuh kembangnya pohon pala. Pohon ini menghasilkan rempah pala dan bunga pala yang terkenal.
Dalam pameran ini, terdapat penampakan biji buah pala beserta bunganya. Biji buah pala yang berwarna coklat tua memiliki bentuk bundar dan berukuran serupa dengan bola bekel. Bunga pala berfungsi sebagai pembungkus dari biji pala dan bisa digunakan untuk memasak.
Ada pula biji kenari dengan ukuran yang hampir sama dengan biji pala, tetapi memiliki warna coklat yang lebih muda. Pohon kenari bertugas untuk melindungi pohon pala dari cahaya matahari.
Buah Pala dan Bunga Pala yang dipamerkan dalam tema Banda, Warisan untuk Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Sabtu (23/9/2017). Pameran ini dalam rangka memperingati 350 tahun Perjanjian Breda dan dilaksanakan pada 20 September - 4 Oktober 2017.
Anda juga bisa melihat gait-gait (sebutan untuk alat petik pala) yang ditempatkan di atas bambu panjang dan dipakai untuk memanen pala. Ujung tajam dipakai untuk melepaskan pala dari pohonnya. Buah pala yang telah dipetik akan ditempatkan di bakul pala dengan ukuran yang lebih besar atau kerap disebut tukiri.
Pameran ini juga menghadirkan bel kebun yang kerap digunakan oleh para petani pala untuk mengatur jam kerja mereka. Bel akan berdering ketika jam kerja dimulai dan juga menjadi penanda apabila pekerjaan telah selesai.
Keuntungan dan perdagangan pala luar biasa besar. VOC membeli pala seharga 5 sen per pound dan bunga pala seharga 40 sen per pound. Kemudian VOC menjualnya seharga 5 dan 7 guilders per pound di Eropa. Produksi tahunan rata-rata adalah 0,5 juta pound biji pala dan 0,15 juta pound bunga pala.
Tidak heran apabila kehadiran jenis rempah ini membuat Banda diperebutkan oleh Portugis, Inggris, dan Belanda hingga terjadinya pertumpahan darah.
Tidak hanya itu, Banda juga dinobatkan sebagai salah satu bagian penting dalam wilayah NKRI yang dalam sejarahnya telah mengubah tatanan dunia sebagai penghasil rempah dan akar budaya maritim Indonesia.
Tidak ada komentar: